Petani, Pangan dan Masa Depan Bumi

Petani, Pangan dan Masa Depan Bumi

Solok, (InfoPublikSolok) - Mendengar pekerjaan bertani? Pasti, apa yang pertama dibayangkan dengan profesi petani? Hampir semua orang setuju jika petani merupakan mata pencaharian yang tidak diminati oleh anak dan untuk anaknya.

Tidak salah karena memang menjadi petani bagi sebagian orang tidak menjanjikan hidup yang layak dan tidak bisa mengembangkan karir. Pandangan ini berimbas pada regenerasi petani saat ini dan masa depan.

Mari kita mulai dari pertumbuhan penduduk dunia. Tahun 1900, populasi manusia kurang dari 2 milyar dengan luas daratan 148,9 juta km2 dan yang produktif untuk pertanian hanya 37% atau 55,1 juta km2. Tahun 2000, penduduk dunia naik menjadi lebih dari 6 milyar jiwa atau naik lebih dari tiga kali lipat sementara lahan pertanian tetap 55,1 juta km2. Dapat kita bayangkan 100 tahun berikutnya dan berikutnya?

Agar lebih mudah dipahami mari kita lihat Indonesia. Penduduk Indonesia pada tahun 1930 sebanyak 60,7 juta jiwa dan naik pada tahun 2020 sebanyak 271,9 juta jiwa artinya naik 4,48 kali lipat selama 90 Tahun (lebih tinggi dari kenaikan populasi dunia). Sementara lahan pertanian produktif tetap 700 ribu km2 (0,5% dari total lahan pertanian di Bumi) dan sangat mungkin berkurang karena kebutuhan non pertanian, terutama di lahan pertanian perkotaan.

Bumi kita ukurannya tidak berubah artinya lahan pertanian tetap. Seiiring dengan pertumbuhan penduduk maka kebutuhan non pertanian semakin meningkat dan menggerus lahan pertanian utamanya sawah. Tanpa data kita bisa paham, pertumbuhan meningkat tajam mengikuti deret geometri sementara lahan pertanian malah berkurang

Sekarang kita beranjak ke petani, pemerintah dihadapkan kepada dilema antara kesejahteraan petani secara normal tanpa intervensi atau memperhatikan semua rakyat khususnya masyarakat kurang mampu. Produk pangan pokok yang dihasilkan petani khususnya padi mempunyai harga eceran tertinggi (HET) artinya harga jual gabah atau beras ditekan harganya dan jika terjadi kenaikan pemerintah akan intervensi agar tidak terjadi gejolak sosial dan ekonomi.

Kita semua tahu, keuntungan diperoleh dari harga jual dikurangi biaya produksi. Dengan menekan harga gabah atau beras berarti keuntungan akan terbatas dan salah satu cara hanya menurunkan biaya produksi dengan efesiensi. Dari sini kita dapat merasakan betapa tingginya pengorbanan petani padi agar semua masyarakat menikmati hasil panen dengan harga terjangkau dan meniadakan prinsip ekonomi terkait permintaan dan penawaran.

Sampai di sini kita paham kenapa petani berpenghasilan terbatas, khususnya petani padi. Tapi tahukan di masa depan ketika penduduk bumi kekurangan bahan pangan akibat lahan terbatas dan populasi manusia semakin tinggi. Bisa bayangkan tahun 2100 penduduk bumi 18 milyar sementara lahan pertanian berkurang, belum lagi ditambah efek perubahan iklim yang mengintai manusia.

Hal terburuk bisa dibayangkan, orang kaya rela mengeluarkan uang banyak hanya untuk pangan yang terbatas, sementara orang miskin berjibaku bahkan rela bertaruh nyawa hanya untuk urusan perut. Kalau situasi sudah demikian apapun intervensi ekonomi pemerintah tidak akan berjalan. Akankah kejayaan profesi petani menunggu kondisi seperti ini?

Apa yang dilakukan Indonesia? Pemerintah telah menyadari hal di atas, maka keluarlah Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan yang kemudian diiringi oleh aturan turunannya. Pemerintah melarang alih fungsi dengan pengecualian yang ketat.

Untuk meningkatkan lahan produktif pertanian, pemerintah juga mencetak lahan pertanian baru yang dibungkus dengan food estate yang dilaksanakan di beberapa tempat termasuk di pulau tempat ibukota baru IKN yaitu di Pulau Kalimantan.

Sementara untuk regenerasi petani, saat ini pemerintah belum bisa memaksakan anak muda untuk bekerja sebagai petani. Program yang diluncurkan baru sebatas menaikkan minat melalui Program Petani Milenial untuk “membujuk” anak muda untuk terjun ke sector pertanian dengan pendekatan perkembangan teknologi, inovasi dan kreativitas anak muda.

Bayang-bayang perubahan iklim juga telah dirasakan pemerintah. Tahun 2024, pemerintah melalui Kementerian Pertanian sekarang fokus pada Program Pompanisasi untuk produksi padi tidak terganggu akibat kekurangan air. Petani yang tergabung dalam kelompok tani dipersilahkan untuk mengusulkan bantuan pompa dan pipa penyalurnya bagi yang lahannya terdampak kekeringan akibat kekurangan air karena kemarau.

Peningkatan suhu bumi juga menghantui sebagian wilayah di Asia. Beberapa negara melaporkan rekor suhu tinggi. Walau di Indonesia tidak merasakan dampak ekstrem namun beberapa bulan lalu sempat merasakan peningkatan suhu di beberapa wilayah.

Yang paling ekstrem, Apakah Bumi akan bernasib seperti Venus yang sekarang menjadi planet terpanas di Tata Surya? Konon dahulu kala terdapat bukti bekas kehidupan yang mirip di Bumi yang berakhir akibat peningkatan suhu di planet yang terkenal dengan “bintang fajar” tersebut.


Komentar

Tinggalkan komentar